Wednesday 15 October 2014

TEORI PSIKOSOSIAL ERIC ERIKSON (MAKALAH)



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Bagi kebanyakan anak, paling tidak di tahun-tahun awal, tumbuh berarti menjadi lebih besar, lebih kuat, dan lebih terkoordinasi. Tumbuh juga dapat menjadi saat –saat yang menakutkan, mengecewakan, menggairahkan, dan membingungkan.
            Anak-anak prasekolah sangat aktif. Keterampilan motorik-kasar (otot-otot besar) mereka meningkat tajam selama umur dua hingga lima tahun. Antara umur itu, otot-otot anak prasekolah tumbuh lebih kuat, keseimbangan mereka meningkat, pusat gravitasi mereka pindah lebih rendah, sehingga mereka dapat lari, melompat, memanjat, dan meloncat. Bagi anak-anak kecil, seperti halnya bagi banyak remaja dan orang dewasa, kegiatan fisik dapat menjadi tujuan kegiatan itu sendiri. Oleh karena mereka tidak selalu dapat memutuskan kapan harus berhenti, anak-anak prasekolah mungkin membutuhkan saat-saat istirahat yang dijadwalkan setelah periode menguras tenaga (Daercey & Travers, 2006)
            Namun, selama tahun-tahun sekolah dasar, perkembangan fisik terjadi terus-menerus dengan kecepatan agak tetap untuk kebanyakan anak. Mereka menjadi lebih tinggi, lebih lentur, dan lebih kuat, sehingga mereka lebih mampu menguasai berbagai olahraga dan permainan. Sepanjang sekolah dasar, banyak anak perempuan yang tubuhnya cenderung sama besar atau lebih besar dibanding anak laki-laki di kelasnya. Diskrepansi ukuran anak perempuan mungkin merasakan konflik tentang itu dan, sebagai akibatnya, kurang mengembangkan kemmapuan fisik mereka.
            Setelah melewati tahap sekolah dasar, akan ada masa yang menandai dimulainya kematangan seksual;Pubertas. Pubertas merupakan serangkaian perubahan yang melibatkan hampir setiap bagian tubuh. Perubahan-perubahan fisik masa remaja memiliki efek-efek signifikan pada identitas sosial mereka. Para psikolog sangat tertarik dengan perbedaan akademik, sosial, dan emosional yang mereka temukan diantara para remaja yang matang dini dan mereka yang terlambat matang. Faktanya, remaja lebih banyak mengalami krisis perkembangan seperti bulimia (binge eating) dan anorexia nervosa (self-starvation), untuk itulah diperlukan suatu pemahaman khusus mengenai perkembangan psikososial manusia. Ilmu psikososial mendeskripsikan hubungan antara kebutuhan emosional individu dengan lingkungan sosialnya. Teori psikososial yang dikenala secara luas adalah milik Erik Erikson, yang menkankan tentang kemunculan self, pencarian identitas, hubungan individu dengan orang lain, dan peran budaya di sepanjang kehidupan.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson?
1.3  Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.      Mengetahui tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.











BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Tahap-Tahap Perkembangan Individual Menurut Erikson
            Erik Erikson mengusulkan sebuah teori perkembangan psikososial yang mendeskripsikan tugas-tugas yang diselesaikan pada tahap-tahap kehidupan yang berbeda. Seperti Piaget, Erikson melihat perkembangan sebagai lintasan yang melalui sejumlah tahap, masing-masing dengan tujuan, concerns, pencapaian, dan bahaya tertentu. Tahap-tahap itu bersifat saling tergantung. Pada setiap tahap, Erikson mengatakan bahwa individu-individu menghadapi sebuah krisis perkembangan—konflik antara sebuah alternatif positif dan sebuah alternatif yang secara potensial tidak sehat, ia menyebutnya sebagai “eight ages of man”.
2.1.1        Tahap Basic Trust vs Basic Mistrust, percaya versus tidak percaya
Erikson mengidentifikasikan trust versus mistrust (kepercayaan versus ketidakpercayaaan) sebagai konflik dasar masa bayi. Menurut Erikson, bayi yang baru lahir hingga delapan belas bulan akan mengembangkan kepercayaan bila kebutuhan dan perwatan dipenuhi secara rutin dan membuatnya nyaman atas responsivitas dari pihak pengasuh.Kesadaran ini merupakan bagian dari apa yang membuat kepercayaan begitu penting: Bayi harus memercayai aspek-aspek dunia yang berada di luar kontrolnya (Isabella & Belsky, 1991; Posada et al., 2002).
2.1.2        Tahap Autonomy vs Shame and Doubt, otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu
            Tahap ini menandai awal pengendalian diri dan rasa percaya diri, dimulai dari umur delapan belas bulan hingga tiga tahun. Anak-anak kecil mulai memikul tanggung jawab penting untuk mengurus diri sendiri, seperti makan, menggunakan toilet, dan berpakaian. Selama periode ini, orang tua harus menarik sebuah garis tegas; mereka harus protektif—tetapi tidak overprotektif. Bila orang tua tidak negakkkan rasa kepercayaan diri anak, maka sang anak akan tumbuh dengan merasa malu. Erikson percaya bahwa anak-anak yang mengalami terlalu banyak keragu-raguan di tahap ini akan kurang yakin terhadap kemampuannya sepanjang hidup.

2.1.3        Tahap Initiative vs. Guilt, inisiatif versus perasaan bersalah
Tahap berikutnya saat anak berumur tiga tahun hingga enam tahun. Bagi Erikson, tahap ini “menambahkan pada otonomi kualitas-kualitas seperti menjalankan, merencanakan, dan memecahkan tugas demi menjadi aktif dan terus bergerak (Erikson, 1963, hlm. 255). Tantangan pada tahap ini adalah mempertahankan semangat untuk aktif dan sekaligus memahami bahwa tidak setiap dorongan dapat diwujudkan. Insisiatif seorang anak harus terus diasah pada tahap ini, inisiatif merupakan kemauan untuk memulai aktivitas baru dan mengeksplorasi arah baru. Bila anak-anak tidak dibiarkan melakukan berbagai hal sendiri, perasaan bersalah mungkin berkembang; mereka mungkin akan percaya bahwa apa yang ingin mereka lakukan selalu “salah”.
2.1.4        Tahap Industry vs Inferiority, ketekunan versus perasaan rendah diri
            Antara umur lima tahun hingga tujuh tahun, ketika kebanyakn anak mulai masuk sekolah, perkembangan kognitif berjalan dengan cepat. Anak-anak memproses lebih banyak informasi dengan lebih cepat dan rentang ingatan mereka bertambah. Mereka pindah dari cara berpikir pra-operasional ke operasional-konkret. Mereka harus belajar memercayai orang dewasa baru, bertindak secara otonom (mandiri) dalam situasi yang lebih kompleks, dan menginisisai (memprakarsai) tindakan dengan cara yang sesuai dengan aturan sekolah.
            Tantangan psikososial baru untuk tahun0tahun sekolah inilah yang disebut Erikson sebagai ketekunan versus perasaan rendah diri. Anak mulai melihat hubungan antara ketekunan dan perasaan senang bila sebuah sebuah pekerjaan selesai. Kesulitan dalam menghadapi tantangan ini dapat menghasilkan perasaan rendah diri. Anak-anak harus menguasai berbagai keterampilan baru dan berusaha mencapai tujuan baru, dan pada saat yang sama mereka diperbandingkan dengan orang lain yang berisiko mengalami kegagalan.
2.1.5        Tahap Identify vs. confusion, identitas dan kebingungan
            Ketika anak memasuki usia remaja, proses-prose kognitif meluas ketika mereka mengembangkan kapabilitas untuk berfikir abstrak dan kapasitas untuk memahami perspektif orang lain. Remaja muda harus menghadapi isu sentral, yaitu mngkonstruksikan identitas yang akan memberikan dasar kuat saat dewasa.
            Akan tetapi, masa remaja menandai saat pertama uapay sadar dilakukan untuk menjawab pertanyaan yang sekarang menekannya; “Who am I” (aku ini siapa?), konflik mennetukan tahap ini adalah identitas dan kebingungan. Identitas mengacu pada pengoragnisasian berbagai dorongan, kemampuan, keyakinan dan riwayat individu menjadi sebuah gambaran diri yang konsisten. Bila remaja gagal mengintegrasikan semua hal, atau bila mereka merasa tidak mampu memilih sama sekali, maka kebingungan mengancam mereka.
            Menurut James Marcia (1991, 1994, 1999) ada empat alternatif identitas untuk remaja, tergantug apakah mereka sudah mengeksplorasi berbagai opsi dan telah membuat komitmen.
Pertama, difusi identitas, terjadi bila indvidu tidak mengeksplorasi opsi apapun atau tidak berkomitmen terhadap tindakan apapun. Remaja-remaja ini sering ikut-ikutan, sehingga merekalebih berkemungkinan untuk menyalhgunakan obat-obatan (Archer & Waterman, 1990; Berger & Thompson, 1995; Kroger, 2000).
Kedua, penutupan identitas, adalah komitmen tanpa eksplorasi. Remaja-remaja yang identitasnya tertutup cenderung kaku, tidak toleran, dogmatis, dan defensif (Frank, Pirsch, & Wright, 1990).
Ketiga, moratorium atau krisi identitas, menunda pilihan karena pertentangan. Menurut Erikson, penundaan ini sangat lazim dan barangkali sehat, bagi remaja modern. Remaja yang berada dalam masyarakat yang kompleks mengalami krisi identitas.
Keempat, pencapaian identitas, berarti bahwa setelah mengeksplorasi opsi-opsi yang realistis, individu memilih dan berkomitmen untuk mencapainya.
2.1.6        Tahap Intimacy vs Isolation, intimasi versus isolasi
Intimasi dalam pengertian ini mengacu pada kemauan untuk berhubungan dengan orang lain secara mendalam, untuk menjalin hubungan berdasarkan perasaan lebih dari sekadar saling membutuhkan. Bila ia belum mencapai perasaan identitas yang cukup kuat, ia akan “tertelan” dari orang lain dan memilih mengasingkan diri (isolasi).
2.1.7        Tahap Generativity vs stagnation, generativitas versus stagnasi
Generativitas memperluas kemampuan untuk peduli pada orang lain dan melibatkan kepdulain untuk membimbing generasi berikutnya.
2.1.8         Integritas versus putus asa
            Tahap inilah yang dibawa sampai mati. Mencapai integritas berarti mengonsolidasikan snese of self dan menerima sepenuh keunikannya dan sejarahnya tidak dapat diubah. Mereka yang tidak mampu mencapai perasaan integritas dan kepuasan akan tenggelam dalam keputusasaan.

2.2        Analisis Video
Video Stages of Psychosocial Development by Erik Erikson menyatakan bahwa pada tahap pertama, bayi mengembangkan kepercayaan melalui peran orang terdekat di lingkungannya. Pada tahap kedua, bayi berjuang untuk melakukan sendiri segala sesuatu, seperti pada video ditunjukkan saat bayi melepas celana untuk buang air. Orang tua yang fleksibel mendidik anaknya menjajaki dan mengerjakan sendiri sesuatu akan membentuk rasa autonomi. Pada tahap ketiga, anak memiliki inisiatif tinggi untuk menjajaki lingkungan sosial. Tahap keempat, anak memiliki keinginan untuk sukses dan keberhasilan membawa kemegahan, sesangkan kegagalan menciptakan citra diri negative.
Tahap yang kelima yaitu seorang anak disebut remaja memiliki rasa keingintahuan tinggi dan mencoba aktivitas yang berbeda untuk mengetahui siapakah diri mereka sesungguhnya. Mereka mengurangi kedekatan dengan orang tua, dan mendekati kelompok sebaya. Tahap keenam orang dewasa mengetahui dirinya dan menentukan arah kehidupannya seperti menikah. Hal ini meningkatkan identitas diri. Tahap ketujuh yaitu keinginan menuntun generasi berikutnya. Tahap kedelapan yaitu integritas versus keputusasaan. Orang melihat seluruh masa hidupnya, apakah hidupnya bernilai. Keputusasaan terjadi jika menyesali aktivitas selama hidupnya.




BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
                           Pemahaman tentang perkembangan pribadi dan social memiliki peran penting bagi guru. Melalui pemahaman tersebut, meningkatkan kemampuan guru memotivasi, mengajar, dan berhasil erinteraksi dengan sisa dalam erbagai usia. Erik Etikson mengemukakan teori psikososial yang menjelaskan prinsip perkembangan psikologis dan sosial. Teori tersebut dibagi menjadi 8 tahap perkembangan pribadi dan sosial yaitu kepercayaan versus ketidakpercayaan, otonomi versus keraguan, inisiatif versus rasa bersalah, kemegahan versus inferioritas, identitas versus kebingungan peran, keintiman versus keterasingan, daya regenerasi versus penyibukan diri, dan integritas versus keputusasaan.