Tuesday 29 September 2015

DAERAH ALIRAN SUNGAI(DAS) BENGAWAN SOLO

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BENGAWAN SOLO
OLEH:
 OKTA PRISMA DYANTI
14030204073
PENDIDIKAN BIOLOGI UNGGULAN 2014
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

1.      Letak
DAS Bengawan Solo terletak antara 6.48-8.07 LS dan 110.26-112.41 BT. DAS ini terletak pada 12 propinsi dengan 12 kabupaten yaitu propinsi Jawa Tengah dengan 8 kabupaten dan Jawa Timur dengan 8 kabupaten. DAS Bengawan Solo dibatasi oleh gunung-gunung, perbukitan yang memisahkannya dengan DAS Jratunseluna. Disebelah timur dibatasi oleh gunung Wilis yang memisahkannya dengan DAS Brantas. Disebelah selatan dibatasi oleh dataran tinggi pegunungan Kidul yang memisahkannya dengan DAS Grindulu.  Ketinggiannya bervariasi mulai dari 0 mdpl (muara di selat Madura) hingga 3265 mdpl (puncak gunung Lawu).
DAS Bengawan Solo merupakan DAS terluas di wilayah sungai Bengawan Solo yang meliputi Sub DAS Bengawan Solo hulu dengan luas 6.072 km², Sub DAS Kali Madiun dengan luas ±3.755 km² dan Sub DAS Bengawan Solo hilir. Bengawan Solo hulu dan kali Madiun mengalirkan air dari lereng gunung berbentuk kerucut yakni gunung Merapi ( ±2.914 m),  Gunung Merbabu (±3.142 m) dan Gunung Lawu (±3.265m), sedangkan luas sub DAS Bengawan Solo Hilir adalah ±6.273 km².

2.      Karakteristik Lingkungan Fisik
• Klimatologi
Jumlah stasiun hujan yang terdapat di DAS Bengawan Solo sangat banyak, namun sebagian besar stasiun hujan tidak memiliki data yang lengkap dan kontinyu. Dari beberapa stasiun hujan yang memiliki data yang lengkap dan kontinu (dalam hal ini digunakan data tahun 1976 – 2010), terpilih 16 stasiun hujan yang tersebar di DAS Bengawan Solo. Stasiun hujan terpilih tersebut yang akan digunakan sebagai dasar dalam perhitungan analisis hidrologi selanjutnya. Data klimatologi yang digunakan berasal dari 3 (tiga) stasiun klimatologi berikut:
Stasiun Surakarta, terdapat pada Sub DAS Bengawan Solo Hulu
 Stasiun Padangan, terdapat pada Sub DAS Bengawan Solo Hilir
 Stasiun Madiun, terdapat pada Sub DAS Madiun.
Daerah Aliran DAS Bengawan Solo berada dalam daerah yang beriklim tropis dengan suhu udara, kelembaban dan curah hujan yang cukup tinggi dan relatif seragam selama musim hujan. DAS Bengawan Solo memiliki dua musim, yaitu musim kemarau (Mei sampai Oktober) dan musim hujan (November sampai April), dengan kelembaban rata-rata 80%, suhu bulanan rata-rata 26,7°C. Suhu minimum 26,1°C terjadi pada bulan Juli, sedangkan suhu maksimum 27,2°C terjadi pada bulan oktober, lama penyinaran rata-rata bulanan 6,3 jam. Kelembaban rata-rata bulanan pada DAS Bengawan Solo adalah sekitar 80%, dimana kelembaban rata-rata bulanan minimum terjadi pada bulan September sebesar 77,4% dan kelembaban rata-rata bulanan maksimum terjadi pada bulan januari dan pebruari sebesar 82,3%.
Lama penyinaran rata-rata bulanan yang terjadi pada DAS Bengawan Solo adalah sekitar 6,3 jam perhari. Penyinaran rata-rata bulanan minimum terjadi pada bulan desember yaitu 4,2 jam per hari, sedangkan penyinaran rata-rata bulanan maksimum terjadi pada bulan agustus yaitu 8,1 jam per hari. Kecepatan angin rata-rata bulanan untuk DAS Bengawan Solo adalah 1,2 m/det. Nilai kecepatan minimum adalah 1, m/det sedangkan nilai kecepatan maksimum adalah 1,6 m/det. Evaporasi rata-rata bulanan yang terjadi pada DAS Bengawan Solo adalah 3,9 mm dimana nilai evaporasi terjadi pada bulan Juni – Oktober saat musim kemarau, sedangkan saat musim hujan antara bulan Desember – Mei relatif lebih rendah
Kondisi angin bertiup dari arah barat daya kearah barat laut pada bulan Nopember sampai April dengan kecepatan angin rata-rata bulanan 1,2 m/det, yang mengakibatkan terjadinya musim hujan dalam Wilayah Sungai Bengawan Solo. Sedangkan pada periode bulan Juli sampai Oktober, berlangsung musim kemarau dimana angin bertiup dari arah Selatan dan Tenggara.
• Kondisi Topografi
DAS Bengawan Solo memiliki kondisi topografi yang relatif datar, sebagian besar daerahnya berada di dataran rendah terutama sub DAS Bengawan Solo Hilir. Kemiringan dasar DAS Bengawan Solo juga bervariasi mulai landai sampai curam. DAS Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa, mengalir dari pegunungan Sewu di selatan Surakarta, ke Laut Jawa di utara Surabaya melalui alur sepanjang ± 600 km. Anak-anak sungai pada sub DAS Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun yang mengalirkan air dari lereng Gunung Merapi, Merbabu dan Lawu, banyak membawa material sedimen dari hasil erosi pada lereng-lereng tersebut, sehingga mengakibatkan sedimentasi yang tinggi di Sungai Bengawan Solo. Sub DAS Bengawan Solo Hilir, dengan panjang alur sungai ± 300 km dan luas ± 6.273 km2 membentuk alur sungai yang lebar dengan kemiringan landai, melalui dataran aluvial dan menjadi daerah yang sering digenangi banjir. Di dekat muara, wilayahnya berawa dan luas yang disebut Rawa Jabung dan Bengawan Jero.
• Kondisi Geologi dan Geomorfologi
Kondisi geomorfologi di DAS Bengawan Solo dibagi menjadi 6 (enam) zona yang terletak memanjang dari Timur-Barat, sejajar dengan garis pantai pulau Jawa yang secara berselang membentuk zona tertekan dan zona terangkat akibat aktivitas tektonik. Zona Semarang-Rembang, Randublatung dan Solo (daerah rendah) terbentuk oleh batuan dasar yang terdepresi, dan tertutup endapan muda pada masa Quarter Gunung api tunggal terdapat di zona Semarang-Rembang dan Solo. Zona Rembang dan Kendeng (perbukitan) terbentuk oleh terangkatnya batuan dasar pada masa Tertier (30-2 juta tahun yang lalu), sehingga, pada zona tersebut tersebar batuan sangat lunak dan tertutup material lepas tipis.
Pegunungan di sebelah selatan membentuk topografi yang curam oleh terangkatnya batuan dasar pada masa Tertier. Batuan dasar di wilayah ini relatif keras dan keadaan bukit-bukit yang bergelombang terbentuk oleh erosi dalam jangka waktu yang lama Pada batuan dasar tersebut. Batuan kapur yang terangkat pada masa Pliocene menutup batuan dasar dari zona Rembang dan pegunungan bagian selatan.
• Kondisi Hidrologi
Kemiringan dasar DAS Bengawan Solo sekitar 1/2.000 di bagian hulu, 1/3.000 pada bagian tengah dan sekitar 1/20.000 dibagian hilir sungai mulai dari Babat. Kemiringan dasar Kali Madiun berkisar antara 1/2.200 sampai 1/1.250. Kapasitas alur sungai rata-rata bervariasi sebagai berikut :

·         DAS Bengawan Solo Hulu     : 800 – 1,800 m3/s
·         Kali Madiun                             : 300 – 1,500 m3/s
·         DAS Bengawan Solo Hilir     : 1,450 – 1,800 m3/s


• Penggunaan Lahan
Hasil interpretasi Citra Satelit yang dilakukan oleh KLH (dalam Program MIH 2011) penggunaan lahan di DAS Bengawan Solo hampir seluruhnya merupakan kawasan budidaya, didominasi pada pemanfaatan sebagai lahan sawah, yakni sebesar 534.794,72 Ha atau sekitar 33% dari seluruh luas wilayah DAS. Pemanfatan lahan besar lainnya adalah penggunaan lahan untuk tegalan/ladang, sebesar 297.247,59 Ha atau sekitar 18% dari luas total DAS. Sedangkan penggunaan lahan yang bersifat memberikan perlindungan relatif sangat kecil, bahwa penggunaan lahan sebagai kawasan hutan kurang dari 4% saja.

3.      Pemanfaatan Sungai Bengawan Solo
Berdasarkan peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11A/PRT/M/2006 Juni 2006, wilayah sungai Bengawan Solo dikategorikan sebagai wilayah sungai lintas propinsi pada penilaian:
1.     Wilayah sungai Bengawan Solo adalah wilayah sungai lintas propinsi, yaitu berada di wilayah propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
2.      Ukuran dan besarnya potensi sumber daya air yang tersedia, ketersediaan air sebesar 18,61 milyar km2 .
3.      Banyaknya sektor yang terkait dengan sumber daya air wilayah sungai Bengawan Solo jumlah penduduk mencapai 16,03 juta jiwa pada tahun 2005.
4.      Besarnya dampak sosial, lingkungan dan ekonomi terhadap pembangunan nasional.
5.      Besarnya dampak negatif akibat daya rusak air terhadap pertumbuhan ekonomi nasional dan regional.
Wilayah sungai Bengawan Solo yang dipandang sebagai wilayah sungai lintas propinsi, maka pengelolaan sumber daya air berada di dalam kewenangan Pemerintah Pusat. Meskipun demikian, pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai Bengawan Solo tetap memperhatikan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya di sekitarnya, yang telah dikompilasi dalam RT RW provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, sebagai berikut:
Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah kerusakan fungsi lingkunagan. Sedangkan pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna pemanfaatan ruang, menjaga kelestarian lingkungan serta menghadiri konflik pemanfaatan ruang.
a)      Kawasan Perlindungan Bawahan
Kawasan perlindungan bawahan diperuntukan untuk menjamin terselenggaranya fungsi lindung hidrologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan. Kawasan ini meliputi kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air.
b)      Kawasan Suaka Alam
Beberapa sub kawasan termasuk di dalam kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya, suaka alam laut dan perairan, kawasan pantai berhutan bakau, taman wisata serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
c)      Kawasan Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana adalah kawasan yang berpotensi tinggi mengalami bencana alam, diantaranya kawasan rawan banjir, rawan bencana longsor, rawan bencana gunung berapi dan rawan bencana gempa.
Kawasan rawan bajir adalah tempat-tempat yang setiap musim hujan mengalami genangan lebih dari enam jam pada saat hujan turun dalam keadaan normal. Kawasan banjir terdapat di kabupaten Sragen dan kaupaten Blora.
Kawasan rawan bencana longsor merupakan wilayah yang kondisi permukaan tanahnya mudah longsor karena terdapat zona yang bergerak akibat adanya patahan atau pergeseran batuan induk pembentuk tanah. Wilayah kawasan yang rawan bencana longsor diaantaranya pada lereng timur gunung merbabu dan lereng timur gunung merapi di kabupaten Boyolali.
Kawasan rawan bencana gunug berapi merupakan wilayah sekitar puncak gunung berapi yang rawan terhadap luncuran gas beracun, lahar panas dan dingin, luncuran awan panas dan semburan api, dan tempat lalunya tumpahan benda-benda lain akibat letusan gunung berapi. Lokasi kawasan ini di sekitar gunung lawu, gunung liman dan gunung wilis.
Kawasan rawan becana gempa yaitu kawasan yang berpotensi dan rentan terkena gempa, lokasi kawasan ini di kabupaten Boyolali, Ngawi, Magetan, Madiun dan Ponorogo.
Selain pemanfaatan diatas, sungai Bengawan Solo juga dapat digunakan sebagai:
·         Jalur Transportasi dan Tempat Rekreasi. Aliran air tenang, tepi sungai masih ada tumbuhan-tumbuhan dan pohon-pohon besar.
·         Untuk mengairi ribuan hektar sawah disepanjang aliran sungai.
·         Sebagai penyuplai air baku untuk kebutuhan setiap hari, air industri dan sebagai sarana PLTA (PLTA Gajah Mungkur Wonogiri).
Sungai Bengawan Solo mempunyai manfaat yang besar bagi masyarakat disekitarnya, selain sebagai sumber kehidupan, sungai ini berfungsi sebagai Tempat Tujuan Wisata. Hal ini dikarenakan oleh keindahan pemandangan alam yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong untuk menyusuri sungai. Selain sebagai tempat wisata, sungai Bengawan Solo juga dimanfaatkan masyarakat untuk mengairi ribuan hektar sawah disepanjang aliran sungai. Sungai ini juga menyuplai air baku untuk kebutuhan setiap hari, air industri dan sebagai sarana PLTA (PLTA Gajah Mungkur Wonogiri ). Pemanfaatan Sungai Bengawan Solo, tampaknya sudah mencapai tingkat pengembangan, hal ini dapat di lihat dengan adanya bangunan perairan seperti bendungan, bendung, tanggul, jaringan irigasi. Pengembangan tersebut memperoleh manfaat yang besar yakni:
·         Pengendalian banjir untuk periode ulang 10 tahunan dan 5 tahunan.
·         Penyediaan air irigasi
·         Pembangkit energi listrik
·         Penyediaan air minum
·         Penyediaan air baku untuk industri
·         Perikanan waduk dengan sistem tebar bebas
·          Potensi pariwisata dan olahraga.






4.      Permasalahan Lingkungan
Berbagai masalah lingkungan telah terjadi di DAS Solo. Masalah-masalah tersebut antara lain; banjir, lahan kritis, pencemaran air, erosi (sedmimentasi) dan permasalahan sosial lainnya.
- Banjir
Banjir besar di DAS Bengawan Solo Hulu pernah terjadi pada tahun 1966. Puncak banjir diperkirakan sebesar 4.000 m3/det di Wonogiri, 2.000 m3/det di Surakarta dan 1.850 m3/det di Ngawi. Luas daerah genangan banjir di sebelah hulu Kota Surakarta sekitar 18.000 ha dan di Sragen sekitar 10.000 ha. Hampir seluruh daerah Surakarta tergenang banjir termasuk daerah perkotaan. Tinggi genangan yang terjadi di Kota Surakarta mencapai 1 sampai 2 m dan korban meninggal sebanyak 90 orang.
Mengingat bahwa setiap tahun selalu ada kejadian banjir, terutama pada daerah-daerah rawan banjir, maka untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah banyak membangun fasilitas pengendali banjir. Fasilitas pengendalian banjir yang terutama dalam Wilayah DAS Bengawan Solo adalah Bendungan Serbaguna Wonogiri (Waduk Gajah Mungkur) yang terletak sekitar 55 km disebelah hulu Kota Surakarta. Bendungan tersebut selesai dibangun pada tahun 1982 yang berfungsi sebagai pengendalian banjir mencakup daerah seluas 1.350 Ha. Waduk tersebut mempunyai kapasitas tampungan sebesar 220 juta m3 untuk mereduksi puncak banjir sebesar 4.000 m3/det menjadi 400 m3/det.
Fasilitas lain yang berfungsi untuk mengurangi kerusakan akibat banjir adalah Flood Forecasting and Warning System (FFDAS). FFDAS yang berada di Bendungan Wonogiri adalah satu-satunya yang ada dalam wilayah studi. Sistim tersebut telah dipasang pada tahun 1982 sebagai peralatan tambahan bendungan untuk memantau dan memperkirakan banjir yang masuk ke dalam waduk dan memberikan peringatan dini di daerah disebelah hilir. Namun demikian, FFDAS dalam seluruh basin sungai yang akan memberikan peringatan dini dan informasi banjir kepada penduduk dan instansi terkait yang berwenang masih sangat dibutuhkan dalam BBDAS Bengawan Solo. Selebihnya, juga terdapat sejumlah bangunan-bangunan sungai yang lain seperti bendungan dan embung untuk penyediaan air irigasi dan keperluan lain.
- Erosi dan Sedimentasi
Erosi lahan terutama terjadi di wilayah hulu DAS yaitu SubDAS Bengawan Solo Hulu dan SubDAS Madiun. Selanjutnya erosi akan mengakibatkan sedimentasi di daerah bawahnya hingga ke muara Sunga. Untuk mengatasi masalah sedimentasi yang terjadi di Selat Madura, pemerintah Belanda telah membuat sudetan sungai ke arah utara melalui daerah rawa menuju Laut Jawa, menghubungkan DAS Bengawan Solo dengan laut di sebelah timur perkampungan nelayan Ujung Pangkah pada tahun 1890-an. Sampai saat ini arah (alignment) saluran tersebut masih tetap seperti kondisi awal dikarenakan oleh material lempung padat yang terdapat di daerah rawa tersebut, tetapi telah terjadi perubahan di muara sungai.
Perkembangan perubahan muara sungai menunjukkan perubahan memanjang sekitar 11 km kearah utara menuju Laut Jawa selama kurun waktu 110 tahun sejak dibangunnya saluran tersebut. Pada sekitar tahun 1922, telah terjadi perubahan muara sepanjang 9 km ke arah utara sepanjang saluran memotong endapan pasir dangkal sampai ke garis pantai. Pada tahun 2000, di muara telah terbentuk tiga alur ke arah samping, dan tidak terjadi perubahan pada saluran utama yang akhirnya tertutup. Ketika salah satu alur kearah samping berubah menjadi lebih panjang dari yang lainnya, ada kecenderungan akan tertutup akibat peningkatan endapan sedimen. Pada saat yang bersamaan, alur yang lain menjadi besar karena ada tambahan debit yang masuk. Muara tersebut telah berkembang membentuk beberapa alur melalui proses yang sama dan berulang seperti di atas.
Proses tersebut di atas merupakan proses yang normal dimana terjadi gerusan dan endapan pada dasar sungai dan tidak terpengaruh oleh perubahan akibat proses yang terjadi di pantai. Tidak terjadi endapan pasir di muara sehingga tidak akan terjadi penyumbatan muara yang dapat menyebabkan banjir. Studi mengenai teknik pantai dalam studi CDMP menyimpulkan bahwa tidak akan terjadi pergerakan muara kearah utara, tetapi akan melebar kearah timur dan barat dan dengan volume angkutan sedimen pada kondisi saat ini, maka Selat Madura akan tertutup dalam waktu 200 tahun.
- Lahan Kritis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS Bengawan Solo (tahun 2010) disebutkan bahwa lahan yang terkategori sangat kiritis mencapai luas 770,21 Ha dan lahan yang terkategori kritis mencapai luas 48.056,47 Ha.
- Pencemaran
Selain menghadapi persoalan kerusakan lingkungan, DAS Bengawan Solo juga mengalami pencemaran air sungai-sungainya. Pencemaran lingkungan yang terjadi di Sungai Bengawan Solo disebabkan oleh limbah industri maupun limbah domestik. Adanya pencemaran oleh limbah cair ini telah mengakibatkan penurunan kualitas air sungai. Kualitas air terus menurun dari tahun ke tahun, hal ini tergambar dari hasil pengukuran beban pencemaran untuk BOD, COD dan NH3-N yang dilakukan dalam Prokasih Jawa Tengah. Berikut ini tertera tabel beban pencemaran Sungai Bengawan Solo, segmen Jawa Tengah. Sumber data lain juga memberikan gambaran bahwa kualitas air Sungai Bengawan Solo telah mengalami pencemaran lingkungan. Data hasil pengukuran kualitas air oleh Perum Jasa Tirta yang tercantum di dalam statistik lingkungan hidup berikut ini memberikan gambaran hal tersebut. Dari tabel tersebut tertulis bahwa parameter kunci (BOD, COD dan DO) di beberapa titik sampel telah melampaui baku mutu lingkungan.
















DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi perkotaan dan perdesaan yang ada di sekitarnya, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan ekonomi. Pentingnya peranan DAS dinyatakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menetapkan DAS Bengawan Solo sebagai salah satu prioritas utama dalam penataan ruang sehubungan dengan fungsi hidrologi untuk mendukung pengembangan wilayah. Selain itu, DAS Bengawan Solo juga merupakan satu sistem ekologi besar yang dalam perkembangannya saat ini mengalami banyak kerusakan dan mengarah pada kondisi degradasi lingkungan. Ada dua indikator degradasi, pertama, konversi lahan hutan di daerah hulu ke penggunaan pertanian, perkebunan, dan permukiman yang menyebabkan terjadinya peningkatan laju erosi dan peningkatan laju sedimentasi. Kedua, terjadinya fluktuasi debit sungai yang mencolok di musim hujan dan kemarau. Berdasarkan pertimbangan ekologis dan sosial ekonomi, DAS Bengawan Solo merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan tidak mengenal batas wilayah administrasi. Potensi dan persoalan yang ada ini tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja tetapi perlu disikapi bersama-sama secara bijak.
Selain pertimbangan ekologis, sosial ekonomi, maupun sejarah, juga karena keberadaan sumber daya alam DAS Bengawan Solo sebagai sumber daya alam bersama (common pool resources) yang menuntut adanya kepemilikan bersama (collective ownership). Sebagai sumberdaya alam milik bersama, maka sumber daya alam yang terdapat di DAS Bengawan Solo membutuhkan penanganan secara bersama di antara semua pemangku kepentingan atau yang dikenal dengan collective management yang mengarah pada suatu bentuk collaborative management. Hal ini juga menjadi penting karena hingga saat ini belum tercipta kerjasama penataan ruang di antara semua pemerintah daerah di dalam kawasan DAS yang bertujuan untuk penyelamatan DAS. PENINGKATAN PENATAAN KAWASAN DAS Posisi yang SOLO BENGAWAN penting dan keunikan karakteristik dari DAS Bengawan Solo ini perlu diwadahi dan diantisipasi dalam suatu arahan penataan ruang yang menyeluruh dan jelas.
 Rencana tata ruang DAS Bengawan Solo yang menjadi panduan bagi semua RTRW provinsi, kabupaten maupun kota yang berada di Kawasan DAS Bengawan Solo sebagai dasar kegiatan pengembangan wilayah di provinsi, kabupaten maupun kota tersebut, sampai saat ini belum tersusun. Padahal, rencana tata ruang ini nantinya diharapkan dapat menjadi dasar pemanfaatan dan pengendalian lahan sehingga secara langsung dapat mengurangi kontribusi debit puncak dan volume banjir yang terjadi dan sekaligus menjadi pengikat dalam kerjasama penataan DAS. Jelas bahwa RTR DAS Bengawan Solo memiliki peran penting. Untuk itu telah dilakukan penyusunan arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang serta pengelolaan wilayah sungai yang terakomodasi antar sektor dan antar wilayah sehingga dapat tercapai pola pemanfaatan ruang yang mendukung kelestarian dan keserasian pemanfaatan wilayah Sungai Bengawan Solo. Selanjutnya kebijakan dan strategi tersebut akan menjadi dasar dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta mampu meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat setempat.
Dari beberapa pertemuan telah dilakukan kesepakatan untuk ditindak lanjuti yaitu:
1.                          Guna Lahan Optimal (GLO), yang diharapkan menjadi dasar pemanfaatan ruang DAS dan menjadi basis untuk penyusunan rencana tata ruang DAS Bengawan Solo. Adapun GLO ini sudah mempertimbangkan aspek kontribusi debit puncak dan volume banjir berdasarkan pemanfaatan penggunaan lahan;
2.                          Arahan kebijakan, strategi, dan arahan program, yang dapat menjadi panduan untuk menata DAS Bengawan Solo dengan memperhatikan aspek bencana banjir, longsor, dan pengembangan wilayah kawasan;
3.                          Mekanisme kelembagaan dan arahan pengendalian untuk mendukung tercapainya penyesuaian RTRW masing-masing pemerintah daerah dengan Guna Lahan Optimal, terciptanya rencana tata ruang DAS Bengawan Solo, tercapainya sinkronisasi semua RTRW dengan rencana tata ruang DAS, dan tercapainya penataan DAS dengan memperhatikan aspek sosial-ekonomi kawasan.
Optimalisasi Penggunaan Lahan di Kawasan DAS Bengawan Solo
Guna Lahan Optimal adalah guna lahan yang memberikan kondisi: debit puncak banjir berkurang, run off menurun, volume banjir berkurang, kegiatan ekonomi tetap berkembang, kondisi sosial dan budaya masyarakat tidak terganggu Penggunaan Lahan optimal DAS Bengawan Solo Optimalisasi penggunaan lahan di Kawasan DAS Bengawan Solo merupakan hasil simulasi guna lahan dengan menggunakan pemodelan hidrologi dan geologi lingkungan. Beberapa kondisi di DAS Bengawan Solo berdasarkan pemodelan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Perubahan lahan hutan menjadi perkebunan, ladang, sawah, dan permukiman yang terjadi di DAS Bengawan Solo menimbulkan puncak dan volume banjir yang semakin besar;
2.      Besarnya banjir dari anak-anak sungai tergantung juga dari jenis tanah selain dari perubahan fungsi lahan dan karakteristik hidrologi seperti kemiringan dan panjang sungai;
3.      Daerah yang rentan terhadap pertambahan banjir adalah sub-sub DAS yang mengandung jenis tanah berkemampuan meresapkan air ke dalam tanah cukup tinggi (daerah resapan);
4.      Sub-sub DAS dengan alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, ladang, sawah, dan permukiman terjadi pada sebagian besar kawasan sehingga menimbulkan pertambahan puncak dan volume banjir lebih dari 100%;
5.      Sub-sub DAS dengan dominasi jenis tanah kurang mampu meresapkan air (kemampuan melewatkan air di permukaan tanah cukup tinggi) biasanya rentan terhadap perubahan fungsi lahan seperti diketemukan pada bagian hulu sub-DAS Kali Madiun dan sebagian besar sub DAS Bengawan Solo Hilir;
6.      Perubahan guna lahan mempengaruhi tinggi rendahnya debit puncak dan volume banjir. Komposisi guna lahan seperti sekarang menimbulkan puncak dan volume banjir makin besar dibandingkan dengan guna lahan sebelumnya di tahun 1964 untuk sub DAS Bengawan Solo Hilir;
7.      Pengembalian fungsi konservasi hutan pada beberapa kawasan akan memiliki pengaruh yang lebih signifikan terhadap pengurangan debit puncak dan volume banjir apabila dikombinasikan dengan penerapan Low Impact Development (LID);
Kondisi di atas juga dipicu oleh kondisi alih fungsi lahan yang tidak memperhatikan kemampuan lahan yang ada. Berdasarkan pada hasil analisis geologi lingkungan terkait kemampuan lahan tersebut, terdapat beberapa kondisi penggunaan lahan di DAS Bengawan Solo sebagai berikut:
1.              Terdapat penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahannya;
2.              Terdapat penggunaan lahan pada kawasan rawan dengan kemampuan lahan sedang, seperti di sekitar puncak Gunung Lawu, Gunung Merapi dan Gunung Jeding-Patujbanteng, Cawas, Wonogiri-Eromoko, Giriwoyo, Tirtomoyo, Slogohimo, Badegan, Wonokerto, Jetis, Sarangan, Kendal, Ngrampe, Pulung- Wungu, Caruban, Talangkembar, dan Ngadirejo-Juwok;
3.              Terdapat kawasan yang tidak boleh dikembangkan karena kemampuan lahan yang rendah, seperti di sekitar daerah Cawas, Wonogiri-Eromoko, Tirtomoyo, Slogohimo, Badegan, Wonokerto, Sarangan, Kendal, Ngrampe, dan Pulung- Wungu;
4.              Terdapat beberapa kawasan yang harus dihutankan kembali atau dikembalikan fungsinya sebagai kawasan konservasi, seperti yang terjadi di Boyolali, Klaten, Wonogiri, Gresik, Madiun, Magetan, Ponorogo, dan Tuban.
Terumuskannya Implikasi Perubahan Iklim dan Perubahan Guna Lahan terhadap Puncak dan Volume Banjir di Kawasan DAS Bengawan Solo Beberapa kondisi di Kawasan DAS Bengawan Solo berdasarkan pemodelan perubahan iklim tersebut yaitu:
1.      Hujan di kawasan DAS Bengawan Solo mengakibatkan banjir cenderung bertambah besar;
2.      Hujan tahunan yang cenderung berkurang disertai dengan alih fungsi lahan mengakibatkan aliran air di musim kemarau berkurang sehingga intensitas kekeringan bertambah besar;
3.      Untuk 30 tahun mendatang, perubahan iklim akan mengakibatkan banjir bertambah 50% dan perubahan guna lahan akan mengakibatkan banjir bertambah 53%;
4.      Jika proses perubahan iklim terjadi saat perubahan guna lahan, maka puncak dan volume banjir akan bertambah sebesar 135%.

Terumuskannya Pengembangan Ekonomi Alternatif dan Ramah Lingkungan untuk Pengembangan Wilayah
Adanya alih fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya merupakan akibat dari tekanan kebutuhan lahan yang pada akhirnya menyebabkan adanya degradasi lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ekonomi untuk Kawasan DAS Bengawan Solo, faktor lahan merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa temuan studi sebagai berikut:
1.      Peningkatan luasan lahan budidaya di Kawasan DAS Bengawan Solo akan meningkatkan PDRB DAS Bengawan Solo, dan sebaliknya pengurangan luasan lahan budidaya akan dapat mengurangi PDRB DAS Bengawan Solo;
2.      Setiap pertambahan luasan lahan budidaya di DAS Bengawan Solo sebesar 1% akan meningkatkan PDRB DAS sebesar 0,144% dan sebaliknya;
3.      Peningkatan luasan lahan budidaya akan meningkatkan PDRB sub-DAS Bengawan Solo Hulu dan sebaliknya pengurangan luasan lahan budidaya akan mengurangi PDRB;
4.      Setiap pertambahan luasan lahan budidaya di sub DAS Bengawan Solo Hulu sebesar 1% akan meningkatkan PDRB sebesar 0,168% dan sebaliknya;
5.      Terdapat beberapa sektor yang memiliki kecenderungan dominan unggul, dominan menurun, dan potensial berkembang yang berbeda-beda di setiap kabupaten/kota;
6.      Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang dominan unggul di hampir setiap kabupaten/kota di DAS Bengawan Solo, dimana kontribusi sektor terhadap PDRB kabupaten/kota besar dan memiliki pertumbuhan yang positif;
7.      Sektor pertanian merupakan sektor yang dominan di hampir semua kabupaten/kota di DAS Bengawan Solo, namun dengan pertumbuhan yang cenderung negatif/ menurun;
8.      Sektor-sektor tersier (non-ekstraktif ) merupakan sektor potensial berkembang dengan pertumbuhan yang tinggi namun kontribusinya kecil di hampir setiap kabupaten/ kota di DAS Bengawan Solo
DAS Bengawan Solo merupakan bagian dari Wilayah Sungai Bengawan Solo, yang berdasarkan RTRWN ditetapkan masuk ke dalam kategori ‘Wilayah Sungai LINTAS PROVINSI’. Namun pada perkembangannya, berdasarkan persyaratan yang ada, DAS Bengawan Solo sudah memenuhi kriteria sebagai kawasan strategis nasional. Hal ini berimplikasi pada mekanisme penyelenggaraan penataan ruang untuk DAS Bengawan Solo. Oleh karena itu, kedudukan dan status rencana tata ruang DAS Bengawan Solo adalah sebagai berikut:
1.      Perlu ada rencana tata ruang DAS Bengawan Solo yang berfungsi untuk mengikat seluruh pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah agar kegiatan peningkatan penataan Kawasan DAS Bengawan Solo berdasarkan optimalisasi penggunaan lahan dapat dilaksanakan;
2.      Perlu ada kejelasan mengenai kedudukan rencana tata ruang DAS Bengawan Solo terhadap dokumen perencanaan lainnya;
3.      Dibutuhkan dasar hukum yang kuat bagi rencana tata ruang DAS Bengawan Solo agar dapat menjadi acuan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah.
Kedudukan Rencana Tata Ruang DAS Bengawan Solo terhadap Perencanaan Dokumen Lain Faktor lahan merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap perkembangan konomi masyarakat. Hasil kajian Peningkatan Penataan Kawasan DAS Bengawan Solo menunjukkan adanya beberapa kebutuhan untuk penanganan lebih lanjut dari sisi penataan ruang, yang meliputi:
1.      Penanganan yang sifatnya lintas sektor dan seluruh pemangku kepentingan terkait,
2.      Perlunya pengaturan penataan ruang dan pengarahan pemanfaatan ruang yang mempertimbangkan optimalisasi pengembalian fungsi hidrologi sungai dan pengembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat;
3.      Perlunya penanganan bersama untuk pengelolaan DAS dalam suatu mekanisme kelembagaan kolaboratif (collaborative management).

PERAN DAN KEDUDUKAN HASIL GUNA LAHAN OPTIMAL (GLO)
Dengan penerapan GLO, maka debit puncak dan volume banjir dapat dikurangi, dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitarnya dapat terus meningkat. Dalam rangkaian studi Peningkatan Penataan Kawasan DAS Bengawan Solo, GLO merupakan salah satu keluaran yang dihasilkan yang diharapkan dapat diwujudkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah baik provinsi, kota, maupun kabupaten. Di samping adanya beberapa manfaat yang dapat diperoleh, penerapan GLO di tengah banyaknya kebijakan dan strategi penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo yang dihasilkan oleh para pemangku kepentingan yang terkait tetap berpotensi untuk menimbulkan beberapa persoalan sebagai implikasinya, antara lain:
• Kemungkinan alokasi ruang dalam GLO berbeda dengan alokasi pola ruang dalam RTRW, sehingga;
• Kemungkinan kebijakan, strategi, dan arahan program untuk perwujudan GLO berbeda dengan kebijakan dan strategi dalam RTRW.
Peran Dan Kedudukan Usulan Kebijakan, Strategi, dan Arahan Program
Kebijakan, strategi, dan arahan program peningkatan penataan kawasan DAS Bengawan Solo ini, dalam kaitannya dengan kebijakan dan strategi penataan DAS Bengawan Solo lainnya yang telah ada, dapat menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) DAS Bengawan Solo dan penyempurnaan Pola Sumber Daya Air Wilayah Sungai Bengawan Solo dari sisi pengembangan wilayah. Selain itu kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan ini akan menjadi pelengkap bagi Rencana Induk Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air Satuan Wilayah Sungai Bengawan Solo atau yang lebih dikenal sebagai CDMP yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum.
Masukan dari sisi Pengembangan Wilayah Kedudukan Kebijakan, Strategi, dan Arahan Program yang Dihasilkan dari Studi Peningkatan Penataan DAS Bengawan Solo dalam Kerangka Penanganan DAS Bengawan Solo Kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan dipahami sebagai kebijakan untuk peningkatan DAS Bengawan Solo dengan melakukan intervensi terhadap penggunaan lahan yang ada beserta aktivitas yang ada di atasnya. Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan penataan kawasan DAS Bengawan Solo, kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan ini merupakan suatu bentuk upaya perwujudan dan pengantisipasian implikasi kebutuhan peningkatan dan penataan DAS Bengawan Solo.
Dalam hal ini, kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan dipahami sebagai kebijakan untuk peningkatan DAS Bengawan Solo dengan melakukan intervensi terhadap penggunaan lahan yang ada beserta aktivitas yang ada di atasnya, serta sistem yang mempengaruhinya. Kebijakan peningkatan DAS Bengawan Solo dalam konteks ini didudukan sebagai suatu penguatan dan tindak lanjut dari kebutuhan untuk mewujudkan penataan lahan yang optimal (GLO) yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan DAS Bengawan Solo itu sendiri. Maka kebijakan, strategi, dan arahan peningkatan penataan DAS Bengawan Solo secara garis besar terbagi dalam 6 (enam) arahan kebijakan besar, yaitu:
1.      PENINGKATAN KUALITAS RTRW PROV/KAB/KOTA
2.      PENGEMBANGAN SISTEM KELEMBAGAAN BERSAMA
3.      PENGEMBANGAN EKONOMI WILAYAH
4.      PENDEKATAN SOSIAL DAN EKOSISTEM DALAM PENANGANAN DAS
5.      OPTIMALISASI PENGGUNAAN LAHAN
6.      PENERAPAN LID (LOW IMPACT DEVELOPMENT
Keterkaitan keenam kebijakan tersebut dalam perwujudan penataan lahan yang optimal dapat dilihat pada Gambar berikut. Keenam arahan kebijakan tersebut, pada dasarnya saling terkait satu sama lain dan dapat dirangkum dalam 4 (empat) kelompok kebijakan, yaitu:
1.      PENATAAN RUANG, yang meliputi peningkatan kualitas dari RTRW di provinsi/kota/kabupaten yang berada di dalam lingkup DAS Bengawan Solo beserta peningkatan kualitas RTR DAS Bengawan Solo;
2.      PENATAAN KAWASAN BUDIDAYA, yang meliputi pengendalian pemanfaatan pada kawasan budidaya eksisting dengan memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat, fisik lingkungan, penerapan LID, dan pengembangan ekonomi wilayah;
3.      FUNGSI LINDUNG KAWASAN, yang meliputi pengembalian fungsi lindung kawasan resapan dengan juga memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat, fisik lingkungan, penerapan LID, dan pengembangan ekonomi wilayah; serta
4.      KELEMBAGAAN, yang mengarah pada perwujudan suatu “lembaga” kolaborasi yang didalamnya mencakup semua pemangku kepentingan.
Memperhatikan karakterisik DAS Bengawan Solo sebagai Common Pool Resources (CPR) yang melibatkan banyak pemangku kepentingan yang terkait, maka perumusan kelembagaan yang baik menjadi salah satu syarat mutlak dalam upaya penanganan dan pengelolaannya. Aspek kelembagaan ini diharapkan dapat:
mengawal pelaksanaan kebijakan, strategi, dan arahan program,mengawal terlaksananya penyesuaian RTRW kabupaten, kota, dan provinsi dengan hasil guna lahan optimal;menguatkan hasil studi GLO ini untuk menjadi basis usulan Rencana Tata Ruang DAS Bengawan Solo; dan mengawal terlaksananya sinkronisasi RTRW antar kabupaten- kota-dan-provinsi.
Aspek kelembagaan diharapkan tidak hanya fokus pada pengelolaan sumber daya air, melainkan juga pada aspek dll Pemerintah Provinsi Pemerintah Pusat BBWS Penerima Manfaat Penerima Persoalan penataan ruang dan pengembangan wilayah. Implementasi dari aspek kelembagaan ini sendiri tidak harus berupa lembaga baru, melainkan dapat memanfaatkan lembaga koordinasi yang sudah ada. Kelembagaan yang diperlukan adalah kelembagaan bersama yang bersifat lintas sektor dengan pembagian peran dan fungsi yang jelas, yang disepakati secara bersama oleh stakeholders (kabupaten/kota) terkait untuk menangani DAS. Kelembagaan ini akan dikoordinasi oleh suatu sekretariat lembaga kolaborasi yang bertugas untuk membentuk aturan dan tata cara pengelolaan dan penanganan bersama DAS Bengawan Solo, serta mengkoordinasikan semua pemangku kepentingan yang terkait dalam upaya pengelolaan dan penanganan bersama DAS Bengawan Solo tersebut.
Bentuk Lembaga Kolaboratif
Berdasarkan hasil analisis dan diskusi teridentifikasi berbagai bentuk kelembagaan untuk penataan DAS Bengawan Solo secara kolaboratif, baik dalam bentuk lembaga baru maupun mengembangkan lembaga yang sudah ada. Adapun saat ini sudah cukup banyak organisasi pengelolaan DAS (River Basin Organization – RBO) yang menangani Bengawan Solo, seperti PJT, BBWS, Forum DAS, dan sebagainya. Terkait dengan hal ini terdapat beberapa alternatif bentuk kelembagaan yang mungkin dikembangkan untuk penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel berikut. BMengacu pada tabel tersebut, terdapat dua kemungkinan untuk pengembangan lembaga kolaborasi penataan DAS Bengawan Solo, yaitu mengoptimalkan lembaga yang telah ada dan membentuk lembaga baru, yang masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan.
Tindak Lanjut Penanganan Das Bengawan Solo
Adapun untuk proses implementasi tersebut diperlukan beberapa kesepakatan awal oleh semua pemangku kepentingan terkait. Setidaknya terdapat 4 (empat) hal yang disepakati, yaitu: kesepakatan mengenai usulan kebijakan, strategi, darahan program dalam penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo; kesepakatan mengenai penanganan DAS Bengawan Solo secara kolaboratif; kesepakatan mengenai mekanisme pengendalian penanganan DAS Bengawan Solo; kesepakatan mengenai mekanisme kelembagaan untuk menjamin tercapainya penyesuaian dan sinkronisasi RTRW dengan GLO, dan pada akhirnya dengan RTR DAS, serta antar RT RW kabupaten-kota-provinsi lain di dalam kawasan DAS.
 Untuk memperkuat kesempatan tersebut, maka legitimasinya perlu ditandatangani oleh pimpinan daerah sebagai sebuah kesepakatan bersama (kolaborasi) di mana semua pemerintah daerah di dalam DAS Bengawan Solo secara bersama-sama menyepakati untuk berkontribusi dalam penataan ruang DAS. Selain itu, kesepakatan tersebut perlu ditindaklanjuti dalam suatu rencana aksi penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo yang juga dirumuskan dan disepakati bersama oleh seluruh pemangku kepentingan yang terkait.










DAFTAR PUSTAKA

Resma.2013. Definisi, Permasalahan, Dan Karakteristik Sungai Di
                 Indonesia
.http://resmakurosaki12.blogspot.com/2013/04/definis-.
                 permasalahan-dan-karakteristik.html diakses pada Selasa, 19 Mei 2015
Sudradjat, Imam. 2015. Penanganan DAS Bengawan Solo di Masa Datang. http://bulletin.penataanruang.net/ diakses pada Selasa, 19 Mei 2015
-                   . 2011. DAS Bengawan Solo. http://ppejawa.com/ekoregion/das-bengawan-solo/. diakses pada Selasa, 19 Mei 2015


No comments:

Post a Comment