DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) BENGAWAN SOLO
OLEH:
OKTA PRISMA DYANTI
14030204073
PENDIDIKAN BIOLOGI UNGGULAN 2014
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
1. Letak
DAS Bengawan Solo terletak antara 6.48-8.07
LS dan 110.26-112.41 BT. DAS ini terletak pada 12 propinsi
dengan 12 kabupaten
yaitu propinsi Jawa Tengah dengan 8 kabupaten dan Jawa Timur dengan 8 kabupaten. DAS Bengawan Solo dibatasi oleh gunung-gunung, perbukitan yang memisahkannya dengan DAS Jratunseluna. Disebelah timur dibatasi oleh gunung Wilis yang memisahkannya dengan DAS Brantas. Disebelah
selatan dibatasi
oleh dataran tinggi pegunungan Kidul yang memisahkannya dengan DAS Grindulu.
Ketinggiannya bervariasi mulai dari 0 mdpl (muara di selat Madura)
hingga 3265 mdpl (puncak gunung Lawu).
DAS Bengawan
Solo merupakan DAS terluas
di wilayah sungai Bengawan
Solo yang meliputi Sub DAS Bengawan Solo hulu dengan luas 6.072 km², Sub DAS Kali Madiun dengan luas ±3.755 km² dan Sub DAS Bengawan Solo hilir. Bengawan Solo hulu dan kali Madiun mengalirkan air dari lereng gunung berbentuk
kerucut yakni gunung Merapi ( ±2.914 m),
Gunung Merbabu (±3.142
m) dan Gunung Lawu (±3.265m), sedangkan luas sub DAS Bengawan Solo Hilir adalah ±6.273
km².
2. Karakteristik Lingkungan Fisik
• Klimatologi
Jumlah
stasiun hujan yang terdapat di DAS Bengawan Solo sangat banyak, namun sebagian
besar stasiun hujan tidak memiliki data yang lengkap dan kontinyu. Dari
beberapa stasiun hujan yang memiliki data yang lengkap dan kontinu (dalam hal
ini digunakan data tahun 1976 – 2010), terpilih 16 stasiun hujan yang tersebar
di DAS Bengawan Solo. Stasiun hujan terpilih tersebut yang akan digunakan
sebagai dasar dalam perhitungan analisis hidrologi selanjutnya. Data
klimatologi yang digunakan berasal dari 3 (tiga) stasiun klimatologi berikut:
• Stasiun Surakarta, terdapat pada Sub DAS Bengawan Solo Hulu
• Stasiun Padangan, terdapat pada Sub DAS Bengawan Solo Hilir
• Stasiun Madiun, terdapat pada Sub DAS Madiun.
• Stasiun Surakarta, terdapat pada Sub DAS Bengawan Solo Hulu
• Stasiun Padangan, terdapat pada Sub DAS Bengawan Solo Hilir
• Stasiun Madiun, terdapat pada Sub DAS Madiun.
Daerah
Aliran DAS Bengawan Solo berada dalam daerah yang beriklim tropis dengan suhu
udara, kelembaban dan curah hujan yang cukup tinggi dan relatif seragam selama
musim hujan. DAS Bengawan Solo memiliki dua musim, yaitu musim kemarau (Mei
sampai Oktober) dan musim hujan (November sampai April), dengan kelembaban
rata-rata 80%, suhu bulanan rata-rata 26,7°C. Suhu minimum 26,1°C terjadi pada
bulan Juli, sedangkan suhu maksimum 27,2°C terjadi pada bulan oktober, lama
penyinaran rata-rata bulanan 6,3 jam. Kelembaban rata-rata bulanan pada DAS
Bengawan Solo adalah sekitar 80%, dimana kelembaban rata-rata bulanan minimum
terjadi pada bulan September sebesar 77,4% dan kelembaban rata-rata bulanan
maksimum terjadi pada bulan januari dan pebruari sebesar 82,3%.
Lama
penyinaran rata-rata bulanan yang terjadi pada DAS Bengawan Solo adalah sekitar
6,3 jam perhari. Penyinaran rata-rata bulanan minimum terjadi pada bulan
desember yaitu 4,2 jam per hari, sedangkan penyinaran rata-rata bulanan maksimum
terjadi pada bulan agustus yaitu 8,1 jam per hari. Kecepatan angin rata-rata
bulanan untuk DAS Bengawan Solo adalah 1,2 m/det. Nilai kecepatan minimum
adalah 1, m/det sedangkan nilai kecepatan maksimum adalah 1,6 m/det. Evaporasi
rata-rata bulanan yang terjadi pada DAS Bengawan Solo adalah 3,9 mm dimana
nilai evaporasi terjadi pada bulan Juni – Oktober saat musim kemarau, sedangkan
saat musim hujan antara bulan Desember – Mei relatif lebih rendah
Kondisi
angin bertiup dari arah barat daya kearah barat laut pada bulan Nopember sampai
April dengan kecepatan angin rata-rata bulanan 1,2 m/det, yang mengakibatkan
terjadinya musim hujan dalam Wilayah Sungai Bengawan Solo. Sedangkan pada
periode bulan Juli sampai Oktober, berlangsung musim kemarau dimana angin
bertiup dari arah Selatan dan Tenggara.
• Kondisi
Topografi
DAS
Bengawan Solo memiliki kondisi topografi yang relatif datar, sebagian besar
daerahnya berada di dataran rendah terutama sub DAS Bengawan Solo Hilir.
Kemiringan dasar DAS Bengawan Solo juga bervariasi mulai landai sampai curam.
DAS Bengawan Solo yang merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa, mengalir dari
pegunungan Sewu di selatan Surakarta, ke Laut Jawa di utara Surabaya melalui
alur sepanjang ± 600 km. Anak-anak sungai pada sub DAS Bengawan Solo Hulu dan
Kali Madiun yang mengalirkan air dari lereng Gunung Merapi, Merbabu dan Lawu,
banyak membawa material sedimen dari hasil erosi pada lereng-lereng tersebut,
sehingga mengakibatkan sedimentasi yang tinggi di Sungai Bengawan Solo. Sub DAS
Bengawan Solo Hilir, dengan panjang alur sungai ± 300 km dan luas ± 6.273 km2
membentuk alur sungai yang lebar dengan kemiringan landai, melalui dataran
aluvial dan menjadi daerah yang sering digenangi banjir. Di dekat muara,
wilayahnya berawa dan luas yang disebut Rawa Jabung dan Bengawan Jero.
• Kondisi
Geologi dan Geomorfologi
Kondisi
geomorfologi di DAS Bengawan Solo dibagi menjadi 6 (enam) zona yang terletak
memanjang dari Timur-Barat, sejajar dengan garis pantai pulau Jawa yang secara
berselang membentuk zona tertekan dan zona terangkat akibat aktivitas tektonik.
Zona Semarang-Rembang, Randublatung dan Solo (daerah rendah) terbentuk oleh
batuan dasar yang terdepresi, dan tertutup endapan muda pada masa Quarter
Gunung api tunggal terdapat di zona Semarang-Rembang dan Solo. Zona Rembang dan
Kendeng (perbukitan) terbentuk oleh terangkatnya batuan dasar pada masa Tertier
(30-2 juta tahun yang lalu), sehingga, pada zona tersebut tersebar batuan
sangat lunak dan tertutup material lepas tipis.
Pegunungan
di sebelah selatan membentuk topografi yang curam oleh terangkatnya batuan
dasar pada masa Tertier. Batuan dasar di wilayah ini relatif keras dan keadaan
bukit-bukit yang bergelombang terbentuk oleh erosi dalam jangka waktu yang lama
Pada batuan dasar tersebut. Batuan kapur yang terangkat pada masa Pliocene
menutup batuan dasar dari zona Rembang dan pegunungan bagian selatan.
• Kondisi
Hidrologi
Kemiringan
dasar DAS Bengawan Solo sekitar 1/2.000 di bagian hulu, 1/3.000 pada bagian
tengah dan sekitar 1/20.000 dibagian hilir sungai mulai dari Babat. Kemiringan
dasar Kali Madiun berkisar antara 1/2.200 sampai 1/1.250. Kapasitas alur sungai
rata-rata bervariasi sebagai berikut :
·
DAS Bengawan Solo Hulu : 800 – 1,800 m3/s
·
Kali Madiun : 300 – 1,500 m3/s
·
DAS Bengawan Solo Hilir : 1,450 – 1,800 m3/s
• Penggunaan
Lahan
Hasil
interpretasi Citra Satelit yang dilakukan oleh KLH (dalam Program MIH 2011)
penggunaan lahan di DAS Bengawan Solo hampir seluruhnya merupakan kawasan
budidaya, didominasi pada pemanfaatan sebagai lahan sawah, yakni sebesar
534.794,72 Ha atau sekitar 33% dari seluruh luas wilayah DAS. Pemanfatan lahan
besar lainnya adalah penggunaan lahan untuk tegalan/ladang, sebesar 297.247,59
Ha atau sekitar 18% dari luas total DAS. Sedangkan penggunaan lahan yang
bersifat memberikan perlindungan relatif sangat kecil, bahwa penggunaan lahan
sebagai kawasan hutan kurang dari 4% saja.
3. Pemanfaatan Sungai Bengawan Solo
Berdasarkan peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
11A/PRT/M/2006 Juni 2006, wilayah sungai Bengawan Solo dikategorikan sebagai wilayah sungai lintas propinsi
pada penilaian:
1. Wilayah sungai Bengawan Solo adalah wilayah sungai
lintas propinsi, yaitu berada di wilayah propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.
2. Ukuran dan besarnya potensi sumber daya air yang
tersedia, ketersediaan air sebesar 18,61 milyar km2 .
3. Banyaknya sektor yang terkait dengan sumber daya air wilayah
sungai Bengawan Solo jumlah penduduk mencapai 16,03 juta jiwa pada tahun 2005.
4. Besarnya dampak sosial, lingkungan dan ekonomi
terhadap pembangunan nasional.
5. Besarnya dampak negatif akibat daya rusak air terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional dan regional.
Wilayah
sungai Bengawan Solo yang dipandang sebagai wilayah sungai lintas propinsi,
maka pengelolaan sumber daya air berada di dalam kewenangan Pemerintah Pusat.
Meskipun demikian, pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai Bengawan Solo
tetap memperhatikan pengelolaan kawasan lindung dan budidaya di sekitarnya,
yang telah dikompilasi dalam RT RW provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, sebagai
berikut:
Pengelolaan
kawasan lindung bertujuan untuk mencegah kerusakan fungsi lingkunagan.
Sedangkan pengelolaan kawasan budidaya bertujuan untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna pemanfaatan ruang, menjaga kelestarian lingkungan serta
menghadiri konflik pemanfaatan ruang.
a) Kawasan Perlindungan Bawahan
Kawasan
perlindungan bawahan diperuntukan untuk menjamin terselenggaranya fungsi
lindung hidrologis bagi kegiatan pemanfaatan lahan. Kawasan ini meliputi
kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air.
b) Kawasan Suaka Alam
Beberapa sub
kawasan termasuk di dalam kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar
budaya, suaka alam laut dan perairan, kawasan pantai berhutan bakau, taman
wisata serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
c) Kawasan Rawan Bencana
Kawasan rawan
bencana adalah kawasan yang berpotensi tinggi mengalami bencana alam,
diantaranya kawasan rawan banjir, rawan bencana longsor, rawan bencana gunung
berapi dan rawan bencana gempa.
Kawasan rawan
bajir adalah tempat-tempat yang setiap musim hujan mengalami genangan lebih
dari enam jam pada saat hujan turun dalam keadaan normal. Kawasan banjir
terdapat di kabupaten Sragen dan kaupaten Blora.
Kawasan rawan
bencana longsor merupakan wilayah yang kondisi permukaan tanahnya mudah longsor
karena terdapat zona yang bergerak akibat adanya patahan atau pergeseran batuan
induk pembentuk tanah. Wilayah kawasan yang rawan bencana longsor diaantaranya
pada lereng timur gunung merbabu dan lereng timur gunung merapi di kabupaten
Boyolali.
Kawasan rawan
bencana gunug berapi merupakan wilayah sekitar puncak gunung berapi yang rawan
terhadap luncuran gas beracun, lahar panas dan dingin, luncuran awan panas dan
semburan api, dan tempat lalunya tumpahan benda-benda lain akibat letusan
gunung berapi. Lokasi kawasan ini di sekitar gunung lawu, gunung liman dan
gunung wilis.
Kawasan rawan
becana gempa yaitu kawasan yang berpotensi dan rentan terkena gempa, lokasi
kawasan ini di kabupaten Boyolali, Ngawi, Magetan, Madiun dan Ponorogo.
Selain
pemanfaatan diatas, sungai Bengawan Solo juga dapat digunakan sebagai:
·
Jalur Transportasi dan Tempat Rekreasi. Aliran air
tenang, tepi sungai masih ada tumbuhan-tumbuhan dan pohon-pohon besar.
·
Untuk mengairi ribuan hektar sawah disepanjang aliran
sungai.
·
Sebagai penyuplai air baku untuk kebutuhan setiap
hari, air industri dan sebagai sarana PLTA (PLTA Gajah Mungkur Wonogiri).
Sungai Bengawan Solo mempunyai manfaat yang besar bagi masyarakat
disekitarnya, selain sebagai sumber kehidupan, sungai ini berfungsi sebagai
Tempat Tujuan Wisata. Hal ini dikarenakan oleh keindahan pemandangan alam yang
menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelancong untuk menyusuri sungai.
Selain sebagai tempat wisata, sungai Bengawan Solo juga dimanfaatkan masyarakat
untuk mengairi ribuan hektar sawah disepanjang aliran sungai. Sungai ini juga
menyuplai air baku untuk kebutuhan setiap hari, air industri dan sebagai sarana
PLTA (PLTA Gajah Mungkur Wonogiri ). Pemanfaatan Sungai Bengawan Solo,
tampaknya sudah mencapai tingkat pengembangan, hal ini dapat di lihat dengan
adanya bangunan perairan seperti bendungan, bendung, tanggul, jaringan irigasi.
Pengembangan tersebut memperoleh manfaat yang besar yakni:
·
Pengendalian banjir untuk periode ulang 10 tahunan dan
5 tahunan.
·
Penyediaan air irigasi
·
Pembangkit energi listrik
·
Penyediaan air minum
·
Penyediaan air baku untuk industri
·
Perikanan waduk dengan sistem tebar bebas
·
Potensi
pariwisata dan olahraga.
4. Permasalahan Lingkungan
Berbagai
masalah lingkungan telah terjadi di DAS Solo. Masalah-masalah tersebut antara
lain; banjir, lahan kritis, pencemaran air, erosi (sedmimentasi) dan
permasalahan sosial lainnya.
-
Banjir
Banjir besar di DAS Bengawan Solo Hulu pernah
terjadi pada tahun 1966. Puncak banjir diperkirakan sebesar 4.000 m3/det di
Wonogiri, 2.000 m3/det di Surakarta dan 1.850 m3/det di Ngawi. Luas daerah
genangan banjir di sebelah hulu Kota Surakarta sekitar 18.000 ha dan di Sragen
sekitar 10.000 ha. Hampir seluruh daerah Surakarta tergenang banjir termasuk
daerah perkotaan. Tinggi genangan yang terjadi di Kota Surakarta mencapai 1
sampai 2 m dan korban meninggal sebanyak 90 orang.
Mengingat bahwa setiap tahun selalu ada kejadian
banjir, terutama pada daerah-daerah rawan banjir, maka untuk mengatasi hal
tersebut, pemerintah telah banyak membangun fasilitas pengendali banjir.
Fasilitas pengendalian banjir yang terutama dalam Wilayah DAS Bengawan Solo
adalah Bendungan Serbaguna Wonogiri (Waduk Gajah Mungkur) yang terletak sekitar
55 km disebelah hulu Kota Surakarta. Bendungan tersebut selesai dibangun pada
tahun 1982 yang berfungsi sebagai pengendalian banjir mencakup daerah seluas
1.350 Ha. Waduk tersebut mempunyai kapasitas tampungan sebesar 220 juta m3
untuk mereduksi puncak banjir sebesar 4.000 m3/det menjadi 400 m3/det.
Fasilitas lain yang berfungsi untuk mengurangi
kerusakan akibat banjir adalah Flood Forecasting and Warning System (FFDAS).
FFDAS yang berada di Bendungan Wonogiri adalah satu-satunya yang ada dalam
wilayah studi. Sistim tersebut telah dipasang pada tahun 1982 sebagai peralatan
tambahan bendungan untuk memantau dan memperkirakan banjir yang masuk ke dalam
waduk dan memberikan peringatan dini di daerah disebelah hilir. Namun demikian,
FFDAS dalam seluruh basin sungai yang akan memberikan peringatan dini dan
informasi banjir kepada penduduk dan instansi terkait yang berwenang masih
sangat dibutuhkan dalam BBDAS Bengawan Solo. Selebihnya, juga terdapat sejumlah
bangunan-bangunan sungai yang lain seperti bendungan dan embung untuk
penyediaan air irigasi dan keperluan lain.
-
Erosi dan Sedimentasi
Erosi lahan terutama terjadi di wilayah hulu DAS
yaitu SubDAS Bengawan Solo Hulu dan SubDAS Madiun. Selanjutnya erosi akan
mengakibatkan sedimentasi di daerah bawahnya hingga ke muara Sunga. Untuk
mengatasi masalah sedimentasi yang terjadi di Selat Madura, pemerintah Belanda
telah membuat sudetan sungai ke arah utara melalui daerah rawa menuju Laut
Jawa, menghubungkan DAS Bengawan Solo dengan laut di sebelah timur perkampungan
nelayan Ujung Pangkah pada tahun 1890-an. Sampai saat ini arah (alignment)
saluran tersebut masih tetap seperti kondisi awal dikarenakan oleh material
lempung padat yang terdapat di daerah rawa tersebut, tetapi telah terjadi
perubahan di muara sungai.
Perkembangan perubahan muara sungai menunjukkan
perubahan memanjang sekitar 11 km kearah utara menuju Laut Jawa selama kurun
waktu 110 tahun sejak dibangunnya saluran tersebut. Pada sekitar tahun 1922,
telah terjadi perubahan muara sepanjang 9 km ke arah utara sepanjang saluran
memotong endapan pasir dangkal sampai ke garis pantai. Pada tahun 2000, di
muara telah terbentuk tiga alur ke arah samping, dan tidak terjadi perubahan
pada saluran utama yang akhirnya tertutup. Ketika salah satu alur kearah
samping berubah menjadi lebih panjang dari yang lainnya, ada kecenderungan akan
tertutup akibat peningkatan endapan sedimen. Pada saat yang bersamaan, alur
yang lain menjadi besar karena ada tambahan debit yang masuk. Muara tersebut
telah berkembang membentuk beberapa alur melalui proses yang sama dan berulang
seperti di atas.
Proses tersebut di atas merupakan proses yang normal
dimana terjadi gerusan dan endapan pada dasar sungai dan tidak terpengaruh oleh
perubahan akibat proses yang terjadi di pantai. Tidak terjadi endapan pasir di
muara sehingga tidak akan terjadi penyumbatan muara yang dapat menyebabkan
banjir. Studi mengenai teknik pantai dalam studi CDMP menyimpulkan bahwa tidak
akan terjadi pergerakan muara kearah utara, tetapi akan melebar kearah timur
dan barat dan dengan volume angkutan sedimen pada kondisi saat ini, maka Selat
Madura akan tertutup dalam waktu 200 tahun.
-
Lahan Kritis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Balai Pengelolaan DAS Bengawan Solo (tahun 2010) disebutkan bahwa lahan yang
terkategori sangat kiritis mencapai luas 770,21 Ha dan lahan yang terkategori
kritis mencapai luas 48.056,47 Ha.
-
Pencemaran
Selain menghadapi persoalan kerusakan lingkungan,
DAS Bengawan Solo juga mengalami pencemaran air sungai-sungainya. Pencemaran
lingkungan yang terjadi di Sungai Bengawan Solo disebabkan oleh limbah industri
maupun limbah domestik. Adanya pencemaran oleh limbah cair ini telah
mengakibatkan penurunan kualitas air sungai. Kualitas air terus menurun dari
tahun ke tahun, hal ini tergambar dari hasil pengukuran beban pencemaran untuk
BOD, COD dan NH3-N yang dilakukan dalam Prokasih Jawa Tengah. Berikut ini
tertera tabel beban pencemaran Sungai Bengawan Solo, segmen Jawa Tengah. Sumber
data lain juga memberikan gambaran bahwa kualitas air Sungai Bengawan Solo
telah mengalami pencemaran lingkungan. Data hasil pengukuran kualitas air oleh
Perum Jasa Tirta yang tercantum di dalam statistik lingkungan hidup berikut ini
memberikan gambaran hal tersebut. Dari tabel tersebut tertulis bahwa parameter
kunci (BOD, COD dan DO) di beberapa titik sampel telah melampaui baku mutu
lingkungan.
DAS Bengawan
Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta
sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi perkotaan dan perdesaan yang ada
di sekitarnya, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan ekonomi.
Pentingnya peranan DAS dinyatakan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
(RTRWN) yang menetapkan DAS Bengawan Solo sebagai salah satu prioritas utama
dalam penataan ruang sehubungan dengan fungsi hidrologi untuk mendukung
pengembangan wilayah. Selain itu, DAS Bengawan Solo juga merupakan satu sistem
ekologi besar yang dalam perkembangannya saat ini mengalami banyak kerusakan
dan mengarah pada kondisi degradasi lingkungan. Ada dua indikator degradasi,
pertama, konversi lahan hutan di daerah hulu ke penggunaan pertanian,
perkebunan, dan permukiman yang menyebabkan terjadinya peningkatan laju erosi
dan peningkatan laju sedimentasi. Kedua, terjadinya fluktuasi debit sungai yang
mencolok di musim hujan dan kemarau. Berdasarkan pertimbangan ekologis dan
sosial ekonomi, DAS Bengawan Solo merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dan
tidak mengenal batas wilayah administrasi. Potensi dan persoalan yang ada ini
tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja tetapi perlu disikapi
bersama-sama secara bijak.
Selain
pertimbangan ekologis, sosial ekonomi, maupun sejarah, juga karena keberadaan
sumber daya alam DAS Bengawan Solo sebagai sumber daya alam bersama (common
pool resources) yang menuntut adanya kepemilikan bersama (collective
ownership). Sebagai sumberdaya alam milik bersama, maka sumber daya alam yang
terdapat di DAS Bengawan Solo membutuhkan penanganan secara bersama di antara
semua pemangku kepentingan atau yang dikenal dengan collective management yang
mengarah pada suatu bentuk collaborative management. Hal ini juga menjadi
penting karena hingga saat ini belum tercipta kerjasama penataan ruang di
antara semua pemerintah daerah di dalam kawasan DAS yang bertujuan untuk
penyelamatan DAS. PENINGKATAN PENATAAN KAWASAN DAS Posisi yang SOLO BENGAWAN
penting dan keunikan karakteristik dari DAS Bengawan Solo ini perlu diwadahi
dan diantisipasi dalam suatu arahan penataan ruang yang menyeluruh dan jelas.
Rencana tata ruang DAS Bengawan Solo yang
menjadi panduan bagi semua RTRW provinsi, kabupaten maupun kota yang berada di
Kawasan DAS Bengawan Solo sebagai dasar kegiatan pengembangan wilayah di
provinsi, kabupaten maupun kota tersebut, sampai saat ini belum tersusun.
Padahal, rencana tata ruang ini nantinya diharapkan dapat menjadi dasar
pemanfaatan dan pengendalian lahan sehingga secara langsung dapat mengurangi
kontribusi debit puncak dan volume banjir yang terjadi dan sekaligus menjadi
pengikat dalam kerjasama penataan DAS. Jelas bahwa RTR DAS Bengawan Solo
memiliki peran penting. Untuk itu telah dilakukan penyusunan arahan kebijakan
dan strategi pemanfaatan ruang serta pengelolaan wilayah sungai yang
terakomodasi antar sektor dan antar wilayah sehingga dapat tercapai pola pemanfaatan
ruang yang mendukung kelestarian dan keserasian pemanfaatan wilayah Sungai
Bengawan Solo. Selanjutnya kebijakan dan strategi tersebut akan menjadi dasar
dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan serta mampu meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat setempat.
Dari beberapa
pertemuan telah dilakukan kesepakatan untuk ditindak lanjuti yaitu:
1.
Guna Lahan Optimal (GLO), yang diharapkan menjadi dasar
pemanfaatan ruang DAS dan menjadi basis untuk penyusunan rencana tata ruang DAS
Bengawan Solo. Adapun GLO ini sudah mempertimbangkan aspek kontribusi debit
puncak dan volume banjir berdasarkan pemanfaatan penggunaan lahan;
2.
Arahan kebijakan, strategi, dan arahan program, yang
dapat menjadi panduan untuk menata DAS Bengawan Solo dengan memperhatikan aspek
bencana banjir, longsor, dan pengembangan wilayah kawasan;
3.
Mekanisme kelembagaan dan arahan pengendalian untuk
mendukung tercapainya penyesuaian RTRW masing-masing pemerintah daerah dengan
Guna Lahan Optimal, terciptanya rencana tata ruang DAS Bengawan Solo,
tercapainya sinkronisasi semua RTRW dengan rencana tata ruang DAS, dan
tercapainya penataan DAS dengan memperhatikan aspek sosial-ekonomi kawasan.
Optimalisasi Penggunaan Lahan di Kawasan DAS Bengawan Solo
Guna Lahan
Optimal adalah guna lahan yang memberikan kondisi: debit puncak banjir
berkurang, run off menurun, volume banjir berkurang, kegiatan ekonomi tetap
berkembang, kondisi sosial dan budaya masyarakat tidak terganggu Penggunaan
Lahan optimal DAS Bengawan Solo Optimalisasi penggunaan lahan di Kawasan DAS
Bengawan Solo merupakan hasil simulasi guna lahan dengan menggunakan pemodelan
hidrologi dan geologi lingkungan. Beberapa kondisi di DAS Bengawan Solo
berdasarkan pemodelan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Perubahan
lahan hutan menjadi perkebunan, ladang, sawah, dan permukiman yang terjadi di
DAS Bengawan Solo menimbulkan puncak dan volume banjir yang semakin besar;
2. Besarnya
banjir dari anak-anak sungai tergantung juga dari jenis tanah selain dari
perubahan fungsi lahan dan karakteristik hidrologi seperti kemiringan dan
panjang sungai;
3. Daerah
yang rentan terhadap pertambahan banjir adalah sub-sub DAS yang mengandung
jenis tanah berkemampuan meresapkan air ke dalam tanah cukup tinggi (daerah
resapan);
4. Sub-sub
DAS dengan alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan, ladang, sawah, dan
permukiman terjadi pada sebagian besar kawasan sehingga menimbulkan pertambahan
puncak dan volume banjir lebih dari 100%;
5. Sub-sub
DAS dengan dominasi jenis tanah kurang mampu meresapkan air (kemampuan
melewatkan air di permukaan tanah cukup tinggi) biasanya rentan terhadap
perubahan fungsi lahan seperti diketemukan pada bagian hulu sub-DAS Kali Madiun
dan sebagian besar sub DAS Bengawan Solo Hilir;
6. Perubahan
guna lahan mempengaruhi tinggi rendahnya debit puncak dan volume banjir.
Komposisi guna lahan seperti sekarang menimbulkan puncak dan volume banjir
makin besar dibandingkan dengan guna lahan sebelumnya di tahun 1964 untuk sub
DAS Bengawan Solo Hilir;
7. Pengembalian
fungsi konservasi hutan pada beberapa kawasan akan memiliki pengaruh yang lebih
signifikan terhadap pengurangan debit puncak dan volume banjir apabila
dikombinasikan dengan penerapan Low Impact Development (LID);
Kondisi di atas juga dipicu oleh kondisi alih fungsi lahan yang tidak
memperhatikan kemampuan lahan yang ada. Berdasarkan pada hasil analisis geologi
lingkungan terkait kemampuan lahan tersebut, terdapat beberapa kondisi
penggunaan lahan di DAS Bengawan Solo sebagai berikut:
1.
Terdapat penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan
lahannya;
2.
Terdapat penggunaan lahan pada kawasan rawan dengan
kemampuan lahan sedang, seperti di sekitar puncak Gunung Lawu, Gunung Merapi
dan Gunung Jeding-Patujbanteng, Cawas, Wonogiri-Eromoko, Giriwoyo, Tirtomoyo,
Slogohimo, Badegan, Wonokerto, Jetis, Sarangan, Kendal, Ngrampe, Pulung- Wungu,
Caruban, Talangkembar, dan Ngadirejo-Juwok;
3.
Terdapat kawasan yang tidak boleh dikembangkan karena
kemampuan lahan yang rendah, seperti di sekitar daerah Cawas, Wonogiri-Eromoko,
Tirtomoyo, Slogohimo, Badegan, Wonokerto, Sarangan, Kendal, Ngrampe, dan
Pulung- Wungu;
4.
Terdapat beberapa kawasan yang harus dihutankan kembali
atau dikembalikan fungsinya sebagai kawasan konservasi, seperti yang terjadi di
Boyolali, Klaten, Wonogiri, Gresik, Madiun, Magetan, Ponorogo, dan Tuban.
Terumuskannya Implikasi Perubahan Iklim dan Perubahan Guna Lahan terhadap
Puncak dan Volume Banjir di Kawasan DAS Bengawan Solo Beberapa kondisi di
Kawasan DAS Bengawan Solo berdasarkan pemodelan perubahan iklim tersebut yaitu:
1. Hujan
di kawasan DAS Bengawan Solo mengakibatkan banjir cenderung bertambah besar;
2. Hujan
tahunan yang cenderung berkurang disertai dengan alih fungsi lahan
mengakibatkan aliran air di musim kemarau berkurang sehingga intensitas
kekeringan bertambah besar;
3. Untuk
30 tahun mendatang, perubahan iklim akan mengakibatkan banjir bertambah 50% dan
perubahan guna lahan akan mengakibatkan banjir bertambah 53%;
4. Jika
proses perubahan iklim terjadi saat perubahan guna lahan, maka puncak dan
volume banjir akan bertambah sebesar 135%.
Terumuskannya Pengembangan Ekonomi Alternatif dan Ramah Lingkungan untuk
Pengembangan Wilayah
Adanya alih fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan budidaya
merupakan akibat dari tekanan kebutuhan lahan yang pada akhirnya menyebabkan
adanya degradasi lingkungan. Berdasarkan hasil analisis ekonomi untuk Kawasan
DAS Bengawan Solo, faktor lahan merupakan salah satu faktor yang cukup
berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi masyarakat. Hal ini ditunjukkan
dengan beberapa temuan studi sebagai berikut:
1. Peningkatan
luasan lahan budidaya di Kawasan DAS Bengawan Solo akan meningkatkan PDRB DAS
Bengawan Solo, dan sebaliknya pengurangan luasan lahan budidaya akan dapat
mengurangi PDRB DAS Bengawan Solo;
2. Setiap
pertambahan luasan lahan budidaya di DAS Bengawan Solo sebesar 1% akan meningkatkan
PDRB DAS sebesar 0,144% dan sebaliknya;
3. Peningkatan
luasan lahan budidaya akan meningkatkan PDRB sub-DAS Bengawan Solo Hulu dan
sebaliknya pengurangan luasan lahan budidaya akan mengurangi PDRB;
4. Setiap
pertambahan luasan lahan budidaya di sub DAS Bengawan Solo Hulu sebesar 1% akan
meningkatkan PDRB sebesar 0,168% dan sebaliknya;
5. Terdapat
beberapa sektor yang memiliki kecenderungan dominan unggul, dominan menurun,
dan potensial berkembang yang berbeda-beda di setiap kabupaten/kota;
6. Sektor
perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang dominan unggul di hampir
setiap kabupaten/kota di DAS Bengawan Solo, dimana kontribusi sektor terhadap
PDRB kabupaten/kota besar dan memiliki pertumbuhan yang positif;
7. Sektor
pertanian merupakan sektor yang dominan di hampir semua kabupaten/kota di DAS
Bengawan Solo, namun dengan pertumbuhan yang cenderung negatif/ menurun;
8. Sektor-sektor
tersier (non-ekstraktif ) merupakan sektor potensial berkembang dengan
pertumbuhan yang tinggi namun kontribusinya kecil di hampir setiap kabupaten/
kota di DAS Bengawan Solo
DAS Bengawan Solo merupakan bagian dari Wilayah Sungai Bengawan Solo,
yang berdasarkan RTRWN ditetapkan masuk ke dalam kategori ‘Wilayah Sungai
LINTAS PROVINSI’. Namun pada perkembangannya, berdasarkan persyaratan yang ada,
DAS Bengawan Solo sudah memenuhi kriteria sebagai kawasan strategis nasional.
Hal ini berimplikasi pada mekanisme penyelenggaraan penataan ruang untuk DAS
Bengawan Solo. Oleh karena itu, kedudukan dan status rencana tata ruang DAS
Bengawan Solo adalah sebagai berikut:
1. Perlu
ada rencana tata ruang DAS Bengawan Solo yang berfungsi untuk mengikat seluruh
pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah agar kegiatan
peningkatan penataan Kawasan DAS Bengawan Solo berdasarkan optimalisasi
penggunaan lahan dapat dilaksanakan;
2. Perlu
ada kejelasan mengenai kedudukan rencana tata ruang DAS Bengawan Solo terhadap
dokumen perencanaan lainnya;
3. Dibutuhkan
dasar hukum yang kuat bagi rencana tata ruang DAS Bengawan Solo agar dapat
menjadi acuan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di daerah.
Kedudukan Rencana Tata Ruang DAS Bengawan Solo terhadap Perencanaan
Dokumen Lain Faktor lahan merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh
terhadap perkembangan konomi masyarakat. Hasil kajian Peningkatan Penataan
Kawasan DAS Bengawan Solo menunjukkan adanya beberapa kebutuhan untuk
penanganan lebih lanjut dari sisi penataan ruang, yang meliputi:
1. Penanganan
yang sifatnya lintas sektor dan seluruh pemangku kepentingan terkait,
2. Perlunya
pengaturan penataan ruang dan pengarahan pemanfaatan ruang yang
mempertimbangkan optimalisasi pengembalian fungsi hidrologi sungai dan
pengembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat;
3. Perlunya
penanganan bersama untuk pengelolaan DAS dalam suatu mekanisme kelembagaan
kolaboratif (collaborative management).
PERAN DAN KEDUDUKAN HASIL GUNA LAHAN OPTIMAL (GLO)
Dengan penerapan GLO, maka debit puncak dan volume banjir dapat
dikurangi, dan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitarnya dapat terus
meningkat. Dalam rangkaian studi Peningkatan Penataan Kawasan DAS Bengawan
Solo, GLO merupakan salah satu keluaran yang dihasilkan yang diharapkan dapat
diwujudkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah baik provinsi, kota, maupun
kabupaten. Di samping adanya beberapa manfaat yang dapat diperoleh, penerapan
GLO di tengah banyaknya kebijakan dan strategi penanganan dan pengelolaan DAS
Bengawan Solo yang dihasilkan oleh para pemangku kepentingan yang terkait tetap
berpotensi untuk menimbulkan beberapa persoalan sebagai implikasinya, antara
lain:
• Kemungkinan alokasi ruang dalam GLO berbeda dengan alokasi pola ruang dalam RTRW, sehingga;
• Kemungkinan kebijakan, strategi, dan arahan program untuk perwujudan GLO berbeda dengan kebijakan dan strategi dalam RTRW.
• Kemungkinan alokasi ruang dalam GLO berbeda dengan alokasi pola ruang dalam RTRW, sehingga;
• Kemungkinan kebijakan, strategi, dan arahan program untuk perwujudan GLO berbeda dengan kebijakan dan strategi dalam RTRW.
Peran Dan Kedudukan Usulan Kebijakan,
Strategi, dan Arahan Program
Kebijakan, strategi, dan arahan program peningkatan penataan kawasan DAS
Bengawan Solo ini, dalam kaitannya dengan kebijakan dan strategi penataan DAS
Bengawan Solo lainnya yang telah ada, dapat menjadi masukan dalam penyusunan
Rencana Tata Ruang (RTR) DAS Bengawan Solo dan penyempurnaan Pola Sumber Daya
Air Wilayah Sungai Bengawan Solo dari sisi pengembangan wilayah. Selain itu
kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan ini akan menjadi
pelengkap bagi Rencana Induk Pengembangan dan Pengelolaan Sumber Daya Air
Satuan Wilayah Sungai Bengawan Solo atau yang lebih dikenal sebagai CDMP yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan
Umum.
Masukan dari sisi Pengembangan Wilayah Kedudukan Kebijakan, Strategi, dan
Arahan Program yang Dihasilkan dari Studi Peningkatan Penataan DAS Bengawan
Solo dalam Kerangka Penanganan DAS Bengawan Solo Kebijakan, strategi, dan
arahan program yang dihasilkan dipahami sebagai kebijakan untuk peningkatan DAS
Bengawan Solo dengan melakukan intervensi terhadap penggunaan lahan yang ada
beserta aktivitas yang ada di atasnya. Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan
penataan kawasan DAS Bengawan Solo, kebijakan, strategi, dan arahan program yang
dihasilkan ini merupakan suatu bentuk upaya perwujudan dan pengantisipasian
implikasi kebutuhan peningkatan dan penataan DAS Bengawan Solo.
Dalam hal ini, kebijakan, strategi, dan arahan program yang dihasilkan
dipahami sebagai kebijakan untuk peningkatan DAS Bengawan Solo dengan melakukan
intervensi terhadap penggunaan lahan yang ada beserta aktivitas yang ada di
atasnya, serta sistem yang mempengaruhinya. Kebijakan peningkatan DAS Bengawan
Solo dalam konteks ini didudukan sebagai suatu penguatan dan tindak lanjut dari
kebutuhan untuk mewujudkan penataan lahan yang optimal (GLO) yang dapat
meningkatkan kualitas lingkungan DAS Bengawan Solo itu sendiri. Maka kebijakan,
strategi, dan arahan peningkatan penataan DAS Bengawan Solo secara garis besar
terbagi dalam 6 (enam) arahan kebijakan besar, yaitu:
1. PENINGKATAN
KUALITAS RTRW PROV/KAB/KOTA
2. PENGEMBANGAN
SISTEM KELEMBAGAAN BERSAMA
3. PENGEMBANGAN
EKONOMI WILAYAH
4. PENDEKATAN
SOSIAL DAN EKOSISTEM DALAM PENANGANAN DAS
5. OPTIMALISASI
PENGGUNAAN LAHAN
6. PENERAPAN
LID (LOW IMPACT DEVELOPMENT
Keterkaitan keenam kebijakan tersebut dalam perwujudan penataan lahan
yang optimal dapat dilihat pada Gambar berikut. Keenam arahan kebijakan
tersebut, pada dasarnya saling terkait satu sama lain dan dapat dirangkum dalam
4 (empat) kelompok kebijakan, yaitu:
1. PENATAAN
RUANG, yang meliputi peningkatan kualitas dari RTRW di provinsi/kota/kabupaten
yang berada di dalam lingkup DAS Bengawan Solo beserta peningkatan kualitas RTR
DAS Bengawan Solo;
2. PENATAAN
KAWASAN BUDIDAYA, yang meliputi pengendalian pemanfaatan pada kawasan budidaya
eksisting dengan memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat, fisik lingkungan,
penerapan LID, dan pengembangan ekonomi wilayah;
3. FUNGSI
LINDUNG KAWASAN, yang meliputi pengembalian fungsi lindung kawasan resapan dengan
juga memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat, fisik lingkungan, penerapan
LID, dan pengembangan ekonomi wilayah; serta
4. KELEMBAGAAN,
yang mengarah pada perwujudan suatu “lembaga” kolaborasi yang didalamnya
mencakup semua pemangku kepentingan.
Memperhatikan karakterisik DAS Bengawan Solo sebagai Common Pool
Resources (CPR) yang melibatkan banyak pemangku kepentingan yang terkait, maka
perumusan kelembagaan yang baik menjadi salah satu syarat mutlak dalam upaya
penanganan dan pengelolaannya. Aspek kelembagaan ini diharapkan dapat:
mengawal pelaksanaan kebijakan, strategi, dan arahan program,mengawal terlaksananya penyesuaian RTRW kabupaten, kota, dan provinsi dengan hasil guna lahan optimal;menguatkan hasil studi GLO ini untuk menjadi basis usulan Rencana Tata Ruang DAS Bengawan Solo; dan mengawal terlaksananya sinkronisasi RTRW antar kabupaten- kota-dan-provinsi.
mengawal pelaksanaan kebijakan, strategi, dan arahan program,mengawal terlaksananya penyesuaian RTRW kabupaten, kota, dan provinsi dengan hasil guna lahan optimal;menguatkan hasil studi GLO ini untuk menjadi basis usulan Rencana Tata Ruang DAS Bengawan Solo; dan mengawal terlaksananya sinkronisasi RTRW antar kabupaten- kota-dan-provinsi.
Aspek kelembagaan diharapkan tidak hanya fokus pada pengelolaan sumber
daya air, melainkan juga pada aspek dll Pemerintah Provinsi Pemerintah Pusat
BBWS Penerima Manfaat Penerima Persoalan penataan ruang dan pengembangan
wilayah. Implementasi dari aspek kelembagaan ini sendiri tidak harus berupa
lembaga baru, melainkan dapat memanfaatkan lembaga koordinasi yang sudah ada.
Kelembagaan yang diperlukan adalah kelembagaan bersama yang bersifat lintas
sektor dengan pembagian peran dan fungsi yang jelas, yang disepakati secara
bersama oleh stakeholders (kabupaten/kota) terkait untuk menangani DAS.
Kelembagaan ini akan dikoordinasi oleh suatu sekretariat lembaga kolaborasi
yang bertugas untuk membentuk aturan dan tata cara pengelolaan dan penanganan
bersama DAS Bengawan Solo, serta mengkoordinasikan semua pemangku kepentingan
yang terkait dalam upaya pengelolaan dan penanganan bersama DAS Bengawan Solo tersebut.
Bentuk Lembaga Kolaboratif
Berdasarkan hasil analisis dan diskusi teridentifikasi berbagai bentuk
kelembagaan untuk penataan DAS Bengawan Solo secara kolaboratif, baik dalam
bentuk lembaga baru maupun mengembangkan lembaga yang sudah ada. Adapun saat
ini sudah cukup banyak organisasi pengelolaan DAS (River Basin Organization –
RBO) yang menangani Bengawan Solo, seperti PJT, BBWS, Forum DAS, dan
sebagainya. Terkait dengan hal ini terdapat beberapa alternatif bentuk
kelembagaan yang mungkin dikembangkan untuk penanganan dan pengelolaan DAS
Bengawan Solo yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel berikut. BMengacu pada
tabel tersebut, terdapat dua kemungkinan untuk pengembangan lembaga kolaborasi
penataan DAS Bengawan Solo, yaitu mengoptimalkan lembaga yang telah ada dan
membentuk lembaga baru, yang masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan.
Tindak Lanjut Penanganan Das Bengawan Solo
Adapun untuk proses implementasi tersebut diperlukan beberapa kesepakatan
awal oleh semua pemangku kepentingan terkait. Setidaknya terdapat 4 (empat) hal
yang disepakati, yaitu: kesepakatan mengenai usulan kebijakan, strategi,
darahan program dalam penanganan dan pengelolaan DAS Bengawan Solo; kesepakatan
mengenai penanganan DAS Bengawan Solo secara kolaboratif; kesepakatan mengenai
mekanisme pengendalian penanganan DAS Bengawan Solo; kesepakatan mengenai
mekanisme kelembagaan untuk menjamin tercapainya penyesuaian dan sinkronisasi RTRW
dengan GLO, dan pada akhirnya dengan RTR DAS, serta antar RT RW
kabupaten-kota-provinsi lain di dalam kawasan DAS.
Untuk memperkuat kesempatan
tersebut, maka legitimasinya perlu ditandatangani oleh pimpinan daerah sebagai
sebuah kesepakatan bersama (kolaborasi) di mana semua pemerintah daerah di
dalam DAS Bengawan Solo secara bersama-sama menyepakati untuk berkontribusi
dalam penataan ruang DAS. Selain itu, kesepakatan tersebut perlu
ditindaklanjuti dalam suatu rencana aksi penanganan dan pengelolaan DAS
Bengawan Solo yang juga dirumuskan dan disepakati bersama oleh seluruh pemangku
kepentingan yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Resma.2013. Definisi, Permasalahan, Dan
Karakteristik Sungai Di
Indonesia.http://resmakurosaki12.blogspot.com/2013/04/definis-.
permasalahan-dan-karakteristik.html diakses pada Selasa, 19 Mei 2015
Indonesia.http://resmakurosaki12.blogspot.com/2013/04/definis-.
permasalahan-dan-karakteristik.html diakses pada Selasa, 19 Mei 2015
Sudradjat, Imam. 2015. Penanganan DAS Bengawan Solo di Masa Datang.
http://bulletin.penataanruang.net/ diakses pada Selasa, 19 Mei 2015
-
. 2011. DAS Bengawan Solo. http://ppejawa.com/ekoregion/das-bengawan-solo/.
diakses pada Selasa, 19 Mei 2015
No comments:
Post a Comment